Monday, August 2, 2010

ZIONISME Gerakan Menaklukkan Dunia (1)



Oleh : ZA. Maulani

YAHUDI, ZIONISME DAN ISRAEL

KITA HARUS MEMAKSA PEMERINTAHAN "NON-YAHUDI" UNTUK MENERIMA LANGKAH-LANGKAH YANG AKAN MENINGKATKAN SECARA LUAS RENCANA YANG TELAH KITA BUAT YANG TELAH KIAN DEKAT DENGAN TUJUANNYA DENGAN CARA MELETAKKAN TEKANAN PADA PENDPAT UMUM YANG TELAH KITA AGENDAKAN YANG HARUS DIDORONG OLEH KITA DENGAN BANTUAN APA YANG DINAMAKAN "KEKUATAN BESAR" PERS. DENGAN SEDIKIT PERKECUALIAN, TAK PERLU DIPIKIRKAN, KEKUATAN ITU TELAH BERADA DALAM GENGGAMAN KITA.("Protokol Zionis yang Ketujuh")

Sejarah Dan Asal-usul

Tatkala mesin pembantai dari negara Yahudi-Israel memasuki wilayah Otoritas Palestina pada tanggal 29 Maret 2002 untuk menebar maut dan kehancuran kepada rakyat, infra-struktur pemerintahan, dan kehidupan rakyat Palestina, atas perintah perdana menteri Ariel Sharon, mereka hanyalah mengukuhkan wataknya sepanjang sejarah kaum Yahudi sebagai kelompok yang ditopang oleh kepongahan rasialistik dan agama, yang menghalalkan pencapaian tujuan dengan cara apa pun, dan pada abad modern ini terutama dengan gerakan terorisme yang didukung oleh negara bahkan jauh sebelum negara Yahudi Israel dideklarasikan pada tanggal 14 Mei 1948. Watak keras kepala, percaya diri yang berlebihan, serta kecongkakan yang diperlihatkan oleh kaum Yahudi dalam sejarah panjang kaum ini, telah menjadi penyebab kehancuran kaum ini berkali-kali. Tetapi kaum Yahudi sampai dengan hari ini tidak pernah belajar dari pengalaman pahit mereka. Nafsu besar mengejar kekuasaan dalam sejarah mereka setiap kalinya berakibat dengan kehancuran kaum Yahudi sendiri.

Sebagai contoh klasik adalah riwayat Rehoboam, raja Israel, anak dari Nabi Sulaiman as., yang melanjutkan tahta ayahandanya pada tahun 926 SM. Rehoboam adalah seorang penguasa yang dikenal ambisius dan keras-kepala, tidak pernah menghiraukan pendapat dari para mantan penasehat ayahnya, sehingga sikap itu memicu pemberontakan yang dilakukan oleh sepuluh suku Bani Israel yang berdiam di kawasan utara di bawah pimpinan Jeroboam. Dalam pertentangan ini hanya ada dua suku, yakni Judah dan Benyamin, yang setia kepada Rehoboam, yang menyebabkan kerajaan Yahudi ini terpecah menjadi dua. Perpecahan itu tidak pernah teratasi dengan akibat hancurnya kesatuan Tanah Israel untuk selama-lamanya dan menjadi titik-balik dalam sejarah politik dan kehidupan keagamaan kaum Yahudi.

Dengan keberhasilannya melawan kerajaan Judah, Jeroboam memusatkan seluruh usahanya untuk menjamin agar kerajaan Israelnya yang ada di utara sepenuhnya bebas dari Judah yang ada di bawah Rehoboam. Guna mencegah rakyatnya pergi ke Jerusalem ia membangun dua buah haikal untuk beribadah rakyatnya di Bethel dan ia mengikis habis ritual agama yang dapat menghubungkan rakyatnya dengan kerajaan Judah dengan mengubah semua hari-hari raya keagamaan dengan hari-hari raya yang baru. Ia bahkan meletakkan dua buah patung anak sapi emas di kedua haikal yang baru didirikannya untuk menjadi pusat peribadatan kerajaan Israel, sehingga dengan Yahudi, Zionisme, dan Israel demikian mengubah sama sekali sendi keimanan Yahudi yang didasarkan pada penyembahan kepada Yahwe Tuhan Bani Israel.

Kerajaan Judah, dimana terletak Jerusalem, di kemudian hari menderita rangkaian kekalahan. Setelah beberapa waktu kerajaan Judah ditaklukkan oleh Babilon dengan akibat terbuangnya Bani Israel. Meskipun kerajaan Judah kemudian pernah bangkit lagi untuk sementara waktu, tetapi kebangkitan itu tidak berlangsung lama. Kerajaan Judah diterpa pertentangan internal dan pemberontakan. Dalam rentang waktu tidak lebih dari dua ratus tahun Judah jatuh bangun melalui sembilan dinasti dan sembilan-belas raja-raja yang saling menggulingkan melalui pertumpahan darah dalam rangka perebutan tahta. Dalam sejarah selanjutnya Judah kemudian ditaklukkan lagi oleh kekuasaan asing, lalu mengalami masa pembuangan kembali, persebaran, penindasan, ghetto, dan pembantaian, meski tidak punah sama sekali.

Sekiranya Rehoboam menempuh pendekatan yang lain mengikuti saran para penasehat ayahnya, kesalahan ini telah memberikan bekas yang mendalam, yang mestinya menjadi pelajaran bagi kaum Yahudi dari pengalaman sepanjang 2800 tahun sejarah mereka. Kisah ini diceritakan oleh Barbara Tuchman, seorang sejarawan Israeli dalam bukunya ‘The March of Folly’ (Perjalanan Kekalahan Demi Kekalahan). Dalam bukunya itu Tuchman menuturkan beberapa peristiwa dalam sejarah kaum Yahudi yang disebabkan oleh kebutaan hati manusia yang mestinya dapat menghindari bencana-bencana yang mengakibatkan konsekwensi yang luas. Sebagian besar trajedi yang dialami oleh kaum Yahudi disebabkan oleh kesalahan sendiri, kekonyolan watak, dan ambisi dari para pemimpin mereka.

Pada tahun 734 SM kerajaan Israel yang dibentuk oleh sepuluh suku Bani Israel di utara di bawah raja Pekah bersekutu dengan raja-raja lainnya untuk melawan Assyria, yang menjadi imperium yang mendominasi Timur Tengah pada masa itu. Raja Assyria Tilgath-Pileser III menjawabnya dengan melancarkan serangan yang mematikan untuk menghancurkan persekutuan itu. Kerajaan Israel diserbu dan rakyatnya mengungsi meninggalkan Tanah Israel bersebaran ke seluruh penjuru imperium Assyria. Tanah yang tadinya bernama Israel, oleh Assyria diberi nama baru, Samaria. Dalam tempo hanya sepuluh tahun sisa-sisa kerajaan Israel mengalami serbuan susulan oleh dua orang raja Assyria, yakni Shalmaneser V dan Sargon II, menuntaskan penghancuran kerajaan Israel. Penduduk yang selamat dari kematian dideportasi ke empat penjuru angin dan lenyap dari sejarah, diingat sebagai “Sepuluh Suku Bani Israel yang Hilang”.

Di atas Tanah Israel itu muncul bangsa-bangsa baru yang didukung oleh Assyria, yaitu bangsa Cathia, Babilonia, Elamia, dan Sushania, yang kesemuanya disebut sebagai kaum Samaria. Sementara itu kerajaan Judah yang dipimpin oleh raja Hezekiah setelah melihat keganasan Assyria terpaksa mengembangkan kebijaksanaan bertetangga baik dengan negara adi-daya tetangganya. Namun suatu faksi militan di dalam kerajaan ternyata membangun aliansi dengan kerajaan Mesir dan Filistin dengan tujuan untuk melawan Assyria. Raja Hezekiah yang nampak ragu-ragu membuat kelompok militan itu kian bersemangat. Nabi Isaiah memohon kepada raja Hezekiah untuk belajar dari nasib kerajaan Israel dan bangsa-bangsa yang menjadi korban Assyria. Isaiah juga menghimbau kepada para pemimpin “kelompok perang” untuk memikirkan nasib rakyatnya. Ia berkeliling kota Jerusalem dengan mengenakan pakaian dari bahan karung seraya menubuahkan, siapa saja yang maju berperang melawan Assyria akan musnah.

Meski Isaiah meratap-ratap, tetapi pada tahun 714 SM di bawah tekanan para panglimanya raja Hezekiah akhirnya bergabung dengan “kelompok perang” melawan Assyria. Pengabaian nasehat nabi Isaiah dan kebodohan Hezekiah mengakibatkan keruntuhan kerajaan Judah. Pada tahun 701 sM raja Assyria Sennachireb menyerang dan menghancurkan aliansi yang menentangnya. Untuk kedua kalinya Jerusalem dibakar dan dihancurkan, kedua puteri Hezekiah ditawan dan dibawa ke Niniveh, ibukota Assyria, dijadikan gundik. Rakyat Judah digiring sebagai budak belian. Yahudi, Zionisme, dan Israel. Seabad kemudian imperium Assyria dihancurkan oleh imperium Babilon yang baru tampil di bawah raja Nebuchadnezar. Di bawah pemerintahannya selama empat puluh tiga tahun Babilon membangun dan menyebarkan peradabannya ke segenap wilayah Timur Tengah.

Sekelompok orang Yahudi di Judah yang sebenarnya ada dalam keadaan yang kian lemah menghimpun kekuatan untuk memberontak terhadap Babilon. Kali ini nabi Jeremiah yang memohon kepada kaum Judah untuk tidak membuat langkah yang macam-macam. Jeremiah menjadi orang yang paling tidak populer di Jerusalem. Ia nyaris dihukum mati dengan tuduhan sebagai pengkhianat. Judah mempersiapkan diri untuk memberontak dan melawan. Jeremiah masih sibuk berkhotbah untuk memelihara perdamaian ketika raja Nebuchadnezar secara mendadak menyapu dan menghabisi Judah. Untuk kesekian kalinya Bani Israel ditawan dan diangkut ke pembuangan mereka di Babilon. Hampir sulit dipercaya kaum Judah tidak juga jera dan membangun kembali gerakan untuk melawan Babilon. Kali ini nabi Jeremiah memohon kepada raja baru Judah Zedekiah untuk membatalkan niatnya.

Untuk kesalahannya itu nabi Jeremiah dihukum lapar, dianiaya, dan ditelantarkan agar mati. Terhadap perlawanan Zedekiah raja Nebuchadnezar kembali memberi pelajaran dengan menghancurkan Jerusalem, dan kali ini haikal Sulaiman dibakar habis, yang tersisa hanya satu dinding yang kini menjadi Tembok Ratapan kaum Yahudi, penduduknya diangkut sebagai budak belian ke Babilon. Kaum buangan Yahudi tinggal di Babilon selama kurang lebih lima-puluh tahun sejak dihancurkannya Jerusalem, sampai raja Cyrus dari Persia mengalahkan dan menaklukkan Babilon. Cyrus mengampuni Bani Israel dan mengizinkan mereka kembali ke Jerusalem. Sebagian besar dari mereka memilih menetap di Babilon daripada kembali ke Jerusalem. Sebagai dampaknya Babilon berkembang menjadi pusat budaya Yahudi selama seribu tahun ke depan.

Dalam hubungan inilah kitab Talmud versi Babilonia dari agama Qabal Yahudi terbit. Sebagian lagi bermigrasi ke Mesir dimana jumlah mereka dari tahun ke tahun makin berkembang dan pada abad-abad berikutnya mereka berhasil menyusup dan membangun kekuasaan di Mesir. Mereka yang kembali ke Israel menemukan bangsa Samaria yang hidup di Tepi Barat, dan hidup berdampingan dengan kebencian dan saling curiga satu dengan yang lain. Nafsu, kecongkakan, ketidak-mampuan mendengar saran dan nasehat, menurut Barbara Tuchman, merupakan fi’il yang terus melekat pada kaum Yahudi seperti tampak pada negara Israel modern dewasa ini, dan sebagaimana pelajaran sejarah masa lalu akan membawa kepada kehancuran Israel. (BERSAMBUNG...)

No comments: